KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
UNTUK KUALITAS
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses
pendidikan dan proses belajar mengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk
memimpin sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan
sekolah. Kepala sekolah diharapkan menjadi pemimpin dari inovator di sekolah.
Oleh sebab itu, kualitas Kepemimpinan kependidikan adalah signifikan bagi
keberhasilan sekolah. Kepala sekolah perlu memiliki kemampuan untuk
memberdayakan seluruh sumber daya manusia yang ada untuk mencapai tujuan
sekolah. Khusus berkaitan dengan guru kepala sekolah harus memiliki kemampuan
untuk meningkatkan kinerja guru, melalui pemberdayaan sumber daya manusia
(guru).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa agar fungsi Kepemimpinan
kependidikan berhasil memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai
tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki
kemampuan profesional yaitu: kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan
dan pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.
Kepala sekolah perlu memiliki kemampuan dalam menciptakan suatu situasi belajar
mengajar yang kondusif, sehingga guru-guru dapat melaksanakan pembelajaran
dengan baik dan siswa dapat belajar dengan tenang. Di samping itu kepala
sekolah dituntut untuk dapat bekerja sama dengan bawahannya, dalam hal ini
guru. Kepala sekolah mampu mengelola dan memberdayakan guru-guru agar terus
meningkatkan kemampuan kerjanya. Dengan peningkatan kemampuan atas segala
potensi yang dimilikinya itu, maka dipastikan guru-guru yang juga merupakan
mitra kerja kepala sekolah dalam berbagai bidang kegiatan pendidikan dapat
berupaya menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan meningkatkan
kinerjanya.
Kepemimpinan kependidikan sebaiknya menghindari
terciptanya pola hubungan dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, dan
sebaliknya perlu mengedepankan kerja sama fungsional. Ia juga harus
menghindarkan diri dari one man show, sebaliknya harus menekankan pada
kerja sama kesejawatan; menghindari terciptanya suasana kerja yang serba
menakutkan, dan sebaliknya perlu menciptakan keadaan yang membuat semua guru
percaya diri.
Kepemimpinan kependidikan yang terlalu berorientasi
pada tugas pengadaan sarana dan prasarana dan kurang memperhatikan guru dalam
melakukan tindakan, dapat menyebabkan guru
sering melalaikan tugas sebagai pengajar dan pembentuk nilai moral. Hal
tersebut dapat menumbuhkan sikap yang negatif dari seorang guru terhadap pekerjaannya
di sekolah, sehingga pada akhirnya berimplikasi terhadap keberhasilan prestasi
siswa di sekolah. Kepala sekolah juga dituntut untuk mengamalkan fungsi-fungsi
manajemen yaitu planning, organizing, actuating and controlling, sebab
ini akan memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja guru . Fungsi-fungsi
manajemen ini akan berjalan secara sinergis dengan peran kepala sekolah sebagai
educator, manager, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator.
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting
untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Menurut Siagiaan (2003: 297)
kepuasan kerja dapat memacu prestasi kerja (kinerja) yang lebih baik. Oleh
karena itu ketika seseorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan
berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja
pegawai akan meningkat secara optimal. Oleh karena itu seyogyanya kepala
sekolah berusaha untuk memahami para guru dan mengupayakan agar guru memperoleh
kepuasan dalam menjalankan tugasnya. Persepsi guru tehadap Kepemimpinan
kependidikan berdampak pada tingkat kepuasan kerja guru di sekolah.
B. Pembahasan
1.
Pemimpin
Pendidikan
Mutu terpadu
merupakan sebuah gairah dan pandangan hidup bagi organisasi yang menerapkannya.
Pertanyaannya adalah bagaimana membangkitkan keinginan dan hasrat untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Peters dan Austin pernah meneliti karakteristik
tersebut dalam bukunya A Passion for Excellence. Penelitian tersebut
menyakinkan mereka bahwa yang menentukan mutu dalam sebuah institusi adalah
kepemimpinan. Mereka berpendapat bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat
mengantarkan institusi pada revolusi mutu~sebuah gaya yang mereka singkat
dengan MBWA atau management by walking abaut ( manajemen dengan melaksanakan ).
Keinginan untuk unggul tidak bisa dikomunikasikan dari balik meja. MBWA
menekankan pentingnya kehadiran pemimpin dan pemahaman atau pandangan mereka
terhadap karyawan dan proses institusi. Gaya kepemimpinan ini mementingkan
komunikasi visi dan nilai-nilai institusi kepada pihak-pihak lain, serta
berbaur dengan para staf dan pelanggan.
Peter dan Austin memberi
pertimbangan spesifik pada kepemimpinan pendidikan dalam sebuah bab yang
berjudul “Excellence in school leadership”. Anjuran mereka terhadap
pentingnya pemimpin yang unggul dalam mencapai mutu merupakan pertimbangan yang
penting. Mereka memandang bahwa pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif
berikut ini:
1.
Visi dan simbol-simbol. Kepala
sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada para staf, para
pelajar, dan kepada komunitas yang lebih luas.
2.
MBWA adalah gaya kepemimpinan yang
dibutuhkan bagi sebuah institusi.
3.
‘Untuk para pelajar’. Istilah ini
sama dengan ‘dekat dengan pelanggan’ dalam pendidikan. Ini memastikan bahwa
institusi memiliki fokus yang jelas terhadap pelanggan utamanya.
4.
Otonomi, Eksperimentasi dan
antisipasi terhadap kegagalan. Pemimpin pendidikan harus melakukan inovasi di
antara staf-stafnya dan bersiap-siap mengantisipsi kegagalan yang mengiringi
inovasi tersebut.
5.
Menciptakan rasa ‘kekeluargaan’
pemimpin harus menciptakan rasa kekeluargaan antara para pelajar, orang tua,
guru dan staf institusi.
6.
‘Ketulusan, kesabaran, semangat,
intensitas dan antusiasme’ sifat-sifat tersebut merupakan mutu operasional
esensial yang dibutuhkan pemimpin lembaga pendidikan.
Adapun kriteria pemimpin yang ideal itu adalah
:
a.
Terbuka atau Tranparansi
b.
Tahu keluhan bawahannya
c.
Selalu bertanya kepada dirinya
sendiri apakah dia mampu untuk memimpin.
d.
Responsif / selalu tangung jawab
dengan kepemimpinannya
e.
Akuntabel.
f.
Mempunyai skill dan noreo
dibadangnya
g.
Memiliki jiwa kepemimpinan /
karisma dan kepribadian yang mumpuni.
h.
Paragon yaitu mempunyai contoh yang
bagus atau baik.
Dari penjelasan di atas signifikansi kepemimpinan
untuk melakukan transformasi TQM tidak boleh diremehkan. Tanpa kepemimpinan,
pada semua level institusi, proses peningkata tidak dapat dilakukan dan diwujudkan.
Komitmen terhadap mutu harus menjadi peran utama bagi seorang pemimpin, karena
TQM adalah proses atas ke bawah (Top-down). Sela ini. Telah diperkirakan bahwa
80 persen inisiatif mutu gagal adalam masa dua tahun awal. Alasan utama
kegagala tersebut adalah bahwa manajer senior kurang mendukung proses dan
kurang memiliki komitmen untuk inisiatif tersebut. Biasanya, masalah
peningkatan mutu ini merupakan hal yang amat sangat berat dilakukan oleh
manajer senior. Karena mereka beranggapan bahwa pelimpahan tanggungjawab pada
para bawahan akan ikut mempengaruhi wibawa pereka. Itulah sebab mengapa
kepemimpinan yang kuat dan jauh kedepan diperlukan dalam kesuksesan peningkatan
mutu.
Biasanya, pemimpin organisasi non-TQM
menghabiskan 30 persen waktu untuk menghadapi kegagalan sistem, komplain serta
penyelesaian masalah. Sementara itu, manajer yang mengaplikasikan TQM tidak
memiliki pemborosan waktu sedemikian sehingga mereka bisa mengalikan 30% waktu
tersebut untuk memimpin, merencanakan masa depan, mengembangkan ide-ide baru
dan bekerja secara familiar dengan para pelanggan.
2.
Mengkomunikasikan
Visi
Manajer senior
harus memberi arahan, visi dan inspirasi. Dalam organisasi-organisasi TQM,
seluruh manajer harus menjadi pemmpin dan pejuang proses mutu. Mereka harus
mengkomunikasikan visi dan menurunkannya ke seluruh orang dalam institusi.
Beberapa manajer, terutama para manajer menengah, mungkin akan beranggapan
bahwa mutu terpadu sulit diterima dan diimplementasikan. TQM mencakup perubahan
dalam pola pikir manajemen serta perubahan peran. Peran tersebut berubah dari
mentalitas ‘ saya adalah bos ‘ menuju mental bahwa manajer adalah pendukung dan
pemimpin para staf. Fungsi pemimpin adalah mempertinggi mutu dan mendukung para
staf yang menjalankan roda mutu tersebut. Gagasan-gagasan tradisional tidak
akan bisa berjalan berbarengan dengan pendekatan mutu terpadu. Karena TQM akan
merubah institusi tradisional mulai dari pimpinan hingga para staf serta
memutar-balikkan hirarki fungsi institusi tersebut. TQM memberdayakan para guru
dan memberikan mereka kesempatan yang luas untuk berinisiatif. Oleh karena
alasan itulah seringkali dikatakan bahwa institusi TQM hanya membutuhkan
manajemen yang sederhana dengan kepemimpinan yang unggul:
a. Quality Idicators
b. Access (5%)
c. Services to customers (5%)
d. Leadership (15%)
e. Physical enviroment and resources (5%)
f. Effective learning and teaching (20%)
g. Students (15%)
h. Staff (15%)
i.
External relations (5%)
j.
Organization (5%)
k. Standards (10%)
3.
Peran Pemimpin
dalam Mengembangkan Sebuah Budaya Mutu
Fungsi utama
pemimpin adalah :
1.
Memiliki visi mutu terpadu bagi
institusi
2.
Memiliki komitmen yang jelas
terhadap proses peningkatan mutu
3.
Mengkomunikasikan pesan mutu
4.
Memastikan kebutuhan pelanggan
menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi
5.
Mengarahkan perkembangan karyawan
6.
Berhati-hati dengan tidak
menyalahkan orang lain saat persolan muncul tanpa bukti-bukti yang nyata.
Kebanyakan persoalan yang muncul adalah hasil dari kebijakan institusi dan
bukan kesalahan staf.
7.
Memimpin inovasi dalam institusi
8.
Mampu memastikan bahwa struktur
organisasi secara jelas telah mendefinisikan tanggungjawab dan mampu
mempersiapkan delegasi yang tepat.
9.
Memiliki komitmen untuk
menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional maupun kultural
10.
Membangun tim yang efektif
11.
Mengembangkan mekanisme yang tepat
untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan.
4.
Memberdayakan
Para Guru
Aspek penting dari
peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberdayakan para guru dan memberi
mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para pelajar. Stanley
Spanbauer, ketua Fox Valley Technical College, yng telah memperkenalkan TQM
kedalam pendidikan kejurusan di Amerika Serikat, berpendapat bahwa, ‘ dalam
pendidikan berbasis mutu, kepemimpinan sekolah bergantung pada pemberdayaan
para guru dan staf lain yang terlibat dalam belajar-mengajar. Para guru diberi
wewenang untuk mengambil keputusan, sehingga mereka memiliki tanggungjawab yang
besar. Mereka diberi keleluasaan dan otonomi untuk bertindak. “ Spanbauer
kembali menekankan pentingnya kepemimpinan dengan pendapat berikut : komitmen
jauh lebih penting dari sekedar menyampaikan pidato tahunan tentang betapa
pentingnya mutu dalam sekolah. Komitmen memerlukan antusiasme dan curahan
perhatian yag tiada henti terhadap pemberdayaan mutu. Komitmen selalu
menghendaki kemajuan dengan metode dan cara yang baru. Komitmen memerlukan
tinjauan ulang yang konstan terhadap masing-masing dan setiap tindakan.
Spanbauer telah menyampaikan
pengarahan bagi para pemimpin dalam menciptakan
lingkungan pendidikan yang baru. Dia berpendapat bahwa pemimpin
institusi pendidikan harus memandu dan membantu pihak lain dalam mengembangkan
karakteristik yang serupa. Sikap tersebut mendorong terciptanya tanggungjawab
bersama-sama serta sebuah gaya kepemimpinan yang melahirkan lingkungan kerja
yang interaktif. Dia menggambarkan sebuah kepemimpinan dimana pemimpin “ harus
menjalankan dan membicarakan mutu serta mampu memahami bahwa perubahan terjadi
sedikit demi sedikit, bukan dengan serta merta. “ Pemimpin memiliki peran yang
sangat penting dalam memandu guru dan para administrator untuk bekerjasama
dalam satu kelompok tim. Pada dasarnya, arahan Spanbauer tersebut sangat
berkaitan dengan pentingnya kepemimpinan bagi pemberdayaan. Dalam kesimpulan
arahan tersebut para pemimpin harus :
1.
Melibatkan para guru dan seluruh
staf dalam aktivitas penyelesaian masalah, dengan menggunakan metode ilmiah
dasar, prinsi-prinsip mutu statistik dan kontrol proses.
2.
Memilih untuk meminta pendapat
mereka tentang berbagai hal dan tentang bagaiman cara mereka menjalankan proyek
dan tidak sekedar menyampaikan bagaimana seharusnya mereka bersikap.
3.
Menyampaikan sebanyak mungkin
informasi manajemen untuk membantu pengembangan dan peningkatan komitmen
mereka.
4.
Menanyakan pendapat staf tetang
sistem dan prosedur mana saja yang menghalangi mereka dalam menyampaikan mutu
kepada para pelanggan ~pelajar, orang tua dan patner kerja.
5.
Memahami bahwa keinginan untuk
meningkatkan mutu para guru tidak sesuai dengan pendekatan manajemen atas ke
bawah (top-down).
6.
Memindahkan tanggungjawab dan
kontrol pengembangan tenaga profesional langsung kepada guru dan pekerja
teknis.
7.
Mengimplementasikan komunikasi yang
sistematis dan kontinyu di antara setiap orag yang terlibat dalam sekolah.
8.
Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
serta negosiasi dalam rangka menyelesaikan konflik.
9.
Memiliki sikap membantu tanpa harus
mengetahui semua jawaban bagi setiap masalah dan tanpa rasa rendah diri.
10.
Menyediakan materi pembelajaran
konsep mutu seperti membangun tim, manajemen proses, layanan pelanggan,
komunikasi serta kepemimpinan.
11.
Memberikan teladan yang baik,
dengan cara memperlihatkan karakteristik yang diinginkan dan menggunakan waktu
untuk melihat-lihat situasi dan kondisi institusi dengan mendengarkan keinginan
guru dan pelanggan lainnya.
12.
Belajar untuk berperan sebagai
pelatih dan bukan sebagai bos.
13.
Memberikan otonomi dan berani
mengambil resiko.
14.
Memberikan perhatian yang berimbang
dalam menyediakan mutu bagi para pelanggan eksternal ( pelajar, orang tua dan
lainnya ) dan kepada para pelanggan internal ( pengajar, anggota dewan guru,
dan pekerja lainnya ).
DAFTAR PUSTAKA
Boloz, Sigmund and Forter Carl. 1980. A
Guide to Effective Leadership for The Reservation Administrator. Journal
of Amirican Indian Education, Vol 19 p.
Burhanuddin,
Imron, Ali, Maisyaroh. 200. Manajemen Pendidikan. Wacana, Proses dan
Aplikasinya di Sekolah. Malang : Universits Negeri Malang.
Davis,
Keith & Newstrom, John W. 2001. Perilaku dalam Organisasi. Penerjemah Agus Dhanna, Edisi kedua. Jilid
I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Daniel,
Yvette. 2008. Principal Leadrship in New Teacher Induction: Becominmg Agent
of Change. International Journal of Education Policy & Leadership, Vol
3 p. 3
Mathis, Robert L. Dan Jackson, John H. 2001. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Salemba Empat.
Muhammad, Ami. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Mulyasa, E. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Konsep,
Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Siagiaan, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Siagiaan, Sondang P. 2003. Teori dan Praktek
Kepemimpinan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Syafaruddin. 2005. Manajemen Mutu Terpadu dalam
Pendidikan. Konsep,
Startegi dan Aplikasinya. Jakarta:
Grasindo.
Wahjosumidjo. 2005. Kepemimpinan Kepala Sekolah.
Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar