Minggu, 11 November 2012

Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Pendidikan Islam


A.      Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Pendidikan Islam
1.    Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.[1]
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau disengaja guna untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup sehingga bisa memiliki pandangan yang luas untuk kearah depan lebih baik dan dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan orang- orang berkwalitas. Pendidikan juga merupakan suatu usaha untuk mengembangkan intelektualitas supaya cepat dan tepat dalam mencerna semua gejala yang ada. Pendidikan itu sendiri juga dapat dilakukan baik dari keluarga, lingkungan, dan sekolah. Namun dengan adanya pendidikan itu sendiri dapat menciptakan suasana penuh gejolak untuk lebih maju karena suasana proses pembelajaran secara sehat sehingga memunculkan persaingan dalam meningkatkan pengetahuan atau persaingan sehat.

Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia. Pendidikan (terutama Islam) – dengan berbagai coraknya- berorientasi memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis); tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih.
Ahmad D. Marimba, mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar; (2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong; (3) Ada yang di didik atau si terdidik; dan (4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Berdasarkan definisi di atas, ada tiga pokok pikiran  utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2.      Pengertian Pendidikan Islam
Menurut Zakiah Drajat, pendidikan Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun diakhirat kelak.[2]
Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nalai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[3] Menurut Syah Muhammad A. Naquib Al-Atas: Pendidikan Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.[4]
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam menitik beratkan pada segi pembentukan akhlak anak, ada pula yang menuntut pendidikan teori pada praktek, sebagian lagi menghendaki terwujudnya kepribadian muslim dan lain-lain. Dan dari berbagai pengertian tersebut pendidikan Islam juga merupakan segala upaya yang mengarah kepada pertumbuhan total anak didik. Ini identik dengan pendidikan agama dalam arti menyeluruh, yang berorientasi kepada seluruh tingkah laku terpuji manusia, yang dilakukan demi memperoleh ridha Allah Subhanahu Wata’ala. Tingkah laku ini membentuk keutuhan manusia yang berbudi luhur (akhlakul karimah) atas dasar iman kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan tanggung jawab pribadi di hari kemudian.

3.      Fungsi Pendidikan Islam
Istilah Pendidikan Islam dalam pandangan Hasan Langgulung digunakan sekurang-kurangnya untuk 8 (delapan) pengertian dan dalam konteks yang berbeda yaitu:
a)         Pendidikan Keagamaan (al-Tarbiyah al-Diniyah)
b)        Pengajaran Agama (al-Ta’lim al-Islami)
c)         Pengajaran Keagamaan (al-Ta’lim al Dinity)
d)        Pendidikan Keislaman (al-Ta’lim al-Islami)
e)         Pendidikan dalam Islam (al-Tarbiyah fi al-Islam)
f)         Pendidikan di kalangan orang Islam (al-Tarbiyah Inda al-Muslimin)
g)        Pendidikan orang-orang Islam (Tarbiyah al-Muslimin)
h)        Pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-Islamiyah)
Untuk memahami betul-betul pengertian yang ditulis tentang apa yang dimaksudkan pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-Islamiyah) menurut Hasan Langgulung kita harus dapat menggabungkan istilah pendidikan dalam Islam (al-Tarbiyah fi al-Islam) dan pendidikan di kalangan orang-orang Islam (al-tarbiyah Inda al-Muslimin) dengan pengertian yang dimaksud adalah: Kerangka pemikiran yang menangani berbagai masalah-masalah pengajaran dan konsep-konsep pendidikan dalam asas-asas teoritisnya dan media praktisnya seperti yang dinyatakan di dalam al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar pokok, kemudian menerima sumbangan-sumbangan pemikiran (al-Turath a-Fikr) yang telah dibawa pakar-pakar dalam berbagai bidang seperti ulama-ulama fiqih, ulama-ulama hadits, ulama-ulama falsafah dan ahli-ahli fikir Islam sepanjang sejarah (Hasan Langgulung, 2002:68-69).
Hasan Langgulung, pendidikan ialah pendidikan yang memiliki beberapa macam fungsi, yaitu:
a.    Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan dating. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup (survial) masyarakat sendiri.
b.    Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
c.    Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai keutuhan (integrity) dan kesatuan (integration) suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.

4.      Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (Q. S. Al-Dzariat:56; AS. Ali Imran: 102).[5]
Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat Adzariyat ayat 56 :
” Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Dari pernyataan tersebut bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang Islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar. Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah:
a.       Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
b.      Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
c.       Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Sedangkan menurut Asma Hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan Islam dapat diperinci menjadi: a) Tujuan keagamaan b) Tujuan pengembangan akal dan akhlak c) Tujuan pengajaran kebudayaan d) Tujuan pembicaraan kepribadian. Sedangkan menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan Islam menjadi :1) Bahagia di dunia dan akhirat 2) Menghambakan diri kepada Allah 3) Memperkuat ikatan keIslaman dan melayani kepentingan masyarakat Islam 4) Akhlak mulia.

5.        Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu
Sebagai disiplin ilmu, pendidikan Islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/ilmuwan muslim.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan Islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan. Jadi mengalami dan mengetahui merupakan pengokoh awal dari konseptualisasi itu. Untuk itu Adam diajar nama-nama benda terlebih dahulu sebagai dasar konseptual bagi pembentukan ilmu pengetahuan.
Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan Islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu ialah:
1)        Tujuan pendidikan Islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama  bagi seluruh umat Islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan Islam adalah azasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi pendidikan Islam.Tujuan pendidikan Islam yang universal itu telah dirumuskan dalam Seminar pendidikan Islam se-Dunia di Islamabad pada tahun 1980 yang disepakati oleh seluruh ulama ahli pendidikan Islam dari Negara-negara Islam.
2)      Metode pendidikan Islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam itu.
3)      Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila tanpa kehadiran nilai atau idea.
Untuk itu ilmu pendidikan Islam yang menjadi pedoman opersionalisasi pendidikan Islam perlu dikembangkan sesuai dengan  persyaratan yang ditetapkan dalam dunia akademik yaitu:
1)   Memiliki objek pembahasan yang jelas dan khas pendidikan Islami meskipun memerlukan ilmu penunjang dari yang non-Islami.
2)   Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi, hipotesa, serta teori dalam lingkup kependidikan Islami yang bersumberkan ajaran Islam.
3)   Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam, beserta sistem pendekatan yang seirama dengan cocok keIslaman sebagai kultur dan revilasi.
4)   Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung totalitas yang tersusun dari komponen-komponen yang saling mengembangkan satu sama lain yang menunjukkan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.

B. Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam dalam Kurikulum
1. Pengertian Kurikulum
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olehraga. Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan menjadi “circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya.[6]
Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan, maka manhaj atau kurikulum berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka.[7]
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu adalah merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan keterampilan dan sikap mental. Ini berarti bahwa proses kependidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, akan tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna baik sebagai khalifah maupun ‘abd melalui transformasi sejumlah pengetahuan ketrampilan dan sikap mental yang harus tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam.
M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan.[8] S. Nasution menyatakan, ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum. Diantaranya: Pertama, kurikulum sebagai produk (hasil pengembangan kurikulum), Kedua, kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan Ketiga, kurikulum dipandang sebagai pengalaman siswa.[9]
Menurut istilah, kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu[10]. Menurut Jalaluddin & Usman, kurikulum adalah seperangkat materi pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada murid sesuai sengan tujuan yang akan dicapai[11]. Menurut Al-Damardasi kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, olah raga, seni yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam atau di luar sekolah dengan maksud menolongnya sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dari beberapa definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa kurikulum tidak hanya memuat sejumlah mata pelajaran di sekolah, tetapi juga mencakup sejumlah pengalaman yang diperoleh, baik di sekolah maupun di luar sekolah, yaitu di lingkungan masyarakat sekitarnya.
Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang disiapkan berdasarkan rancangan yang sistematik dan koordinatif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.[12] Selanjutnya, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan dunia pendidikan, definisi kurikulum sebagaimana disebutkan di atas dipandang sudah ketinggalam zaman. Pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan program pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah.[13]
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam.[14]
Saat ini system pendidikan nasional Indonesia telah menetapkan Kurikulum 2006 atau lebih dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk diberlakukan secara nasional. Apa yang sudah dirancang, ditulis, dan dirumuskan di dalam kurikulum itu merupakan sesuatu yang sifatnya normatif atau berbagai ideal-ideal yang akan dicapai. Semua itu akan bermakna, bermanfaat, dan bernilai jika dapat diimplementasikan pada tataran operasional yaitu dalam sistem pembelajaran.
Dengan demikian cakupan bahan pengajaran yang terdapat dalam kurikulum pada masa sekarang nampak semakin luas. Berdasarkan pada perkembangan yang seperti ini, maka para perancang kurikulum meliputi empat bagian. Pertama, bagian yang berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh proses belajar mengajar. Kedua, bagian yang berisi pengetahuan, informasi-informasi, data, aktivitas-aktivitas, dan pengalaman-pengalaman yang merupakan bahan bagi penyusunan kurikulum yang isinya berupa mata pelajaran dalam silabus. Ketiga, bagian berisi metode penyampaian. Keempat, bagian yang berisi metode penilaian dan pengukuran atas hasil pengajaran tersebut.[15]

2. Azaz-azaz dan Landasan Kurikulum Pendidikan Islam
Suatu kurikulum pendidikan, termasuk pendidikan Islam, hendaknya mengandung beberapa unsur utama seperti tujuan, isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode penilaian.[16] Kesemuaannya harus tersusun dan mengacu pada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam pembentukannya. Sumber-sumber tersebut dikatakan sebagai asas-asas pembentukan kuriulum pendidikan.
Menurut Mohammad al Thoumy al Syaibany,[17] asas-asas umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum dalam pendidikan Islam adalah:
a Agama
Mengenai dasar yang pertama ini, maka segala sistem yang ada dalam kehidupan masyarakat termasuk sistem pendidikan harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada agama Islam atau syariat Islam dalam segala aspeknya. Sedangkan segala sumber dari semuanya adalah kitab Allah dan Sunnah Nabi SAW. Setelah kedua sumber ini maka barulah muncul beberapa sumber yang lainnya yang berlandasan pada keduanya, baik itu menguraikan apa yang terkandung didalamnya atau memperluas hukum-hukum furu’ dari dasar-dasar dan hukum-hukum umum yang terkandung pada keduanya.
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan-tujuan ini, maka kurikulum dalam pendidikan Islam itu harus menyeluruh kandungan-kandungannya, melebihi ilmu-ilmu agama dan alat-akatnya. Dari uraian tersebut kurikulum pandidikan Islam harus mengandung segala ilmu yang bermanfaat dalam agama dan dunia. Islam tidak menghalangi seseorang untuk mempelajari ilmu manapun yang itu berguna, selama kajian itu diterapkan dalam dalam akidah dan akhlak. 

b. Falsafah
Suatu sistem yang mempunyai watak yang berdiri sendiri dan ciri-ciri yang khas yang memperoleh wujudnya dari wahyu Tuhan, bimbingan Nabi yang utama, dan peninggalan pemikiran Islam yang benar disepanjang zaman dan waktu.

c. Psikologis
Disamping dua dasar kurikulum pendidikan Islam itu, adala lagi dasar ketiga yang sangat berkaitan dengan perkembangan peserta didik, kematangan bakat-bakat, intelektual, emosi, kebutuhan-kebutuhan, keinginan dan minat, kecakapan yang bermacam-macam, dan pemikiran merekan yaitu dasar psikologis. Semua itu tidak diabaikan oleh kurikulum pendidikan Islam dan metode-metode pengajaran. Bukan hanya itu, para pendidik selalu mengajak dan menghargai hal itu dalam menentukan kurikulum pendidikan Islam yang sesuai dengan peserta didik. Sedangkan dalam kurikulum pedidikan Islam sendiri, juga mengajak dan menggalakkan dalam membantu perkembangan peserta didik yang sesuai dengan kematangan dan bakatnya masing-masing.
Dalam pemikirn Islam tidak melarang mendalami dan mengkaji psikologi ini pada peserta didik dinegeri Islam mapun, selagi sesui dengan pertimbangan-pertimbangan dan tujuan-tujuan kurikulum, kandungannya, serta susunan dan pelaksanaannya.

d. Sosial
Sosial juga menjadi dasar utama dalam kurikulum pendidikan Islam yang mengandung cirri-ciri masyarakat Islam dalam pendidikan dan dan kebudayaannya yang bersifat umum atau khusus. Dari penjelasan tersebutu diatas maka jelaslah bahawa kurikulum pendidikan Islam itu diterapkan dalam kerangka masyarakat yang memiliki identitas khas dan kepribadian budayanya. Oleh karena itu kurikulum pendidikan Islam berkewajiban untuk menguatkan hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaannya dalam menentukan tujuan-tujuannya, penyusunan kurikulumnya, dan metode-metode pengajarannya.
Sedangkan tugas dari kurikulum pendidikan Islam yang berkaitan dengan sosial, yaitu turut serta dalam proses pemasyarakatan bagi peserta didik, penyesuaian mereka dengan masyarakat Islam dimana mereka hidup, memperoleh kebiasaan dan sikap yang baik pada masyarakatnya, serta cara berfikir dan tingkah laku yang diinginkan, cara bergaul yang sehat, sikap kerjasama dan menghargai tanggung jawab.
Inilah yang menjadi dasar utama kurikulum pendidikan Islam. Dari penjelasan tersebut maka jelaslah bahwa kurikulum pendidikan Islam telah mempertimbangan dalam segala aspek baik itu dalam tujuan-tujuan dan metode-metodenya.
Nana Sudjana, menyebutkan ada beberapa hal yang menjadi landasan dalam pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan kurikulum, yakni:
1.      Landasan Filosofis, yang dimaksud cara berfikir yang radikal dan menyeluruh secara mendalam kajian filsafat tentang hakekat manusia, apa sebenarnya manusia itu, apa hakekat hidup manusia, apa tujuan hidupnya dan sebagainya yang mencakup logika, etika dan estetika. Kaitannya dengan kurikulum dari ketiga pandangan tersebut sangat diperlukan terutama dalam menerapkan arah dan tujuan pendidikan.
2.      Landasan Sosial Budaya, yang mana kurikulum pendidikan harus dan sewajarnya pula dapat menyesuaikan bahkan dapat mengantisipasi kondisi-kondisi yang bakal terjadi di samping perlu penyesuaian dengan kondisi masyarakat.
3.      Landasan Psikologis, yang mana mendidik berarti merubah tingkah laku anak menuju kedewasaan. Semua ini dalam proses belajar mengajar selalu dikaitkan dengan teori-teori perubahan tingkah laku anak.
Keempat asas tersebut di atas harus dijadikan landasan dalam pembentukan kurikulum pendidikan Islam. Perlu ditekankan bahwa antara satu asas dengan asas lainnya tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan, pengembangan potensinya sebagai khalifah, pengembangan kepribadiannya sebagai individu dan pengembangannya dalam kehidupan sosial.
Al-Syaibani memandang kurikulum pendidikan sebagai alat untuk mendidik generasi muda dengan baik dan menolong mereka untuk membuka dan mengembangkan bakat dan keterampilan mereka yang bermacam-macam, dan menyiapkan mereka dengan baik untuk melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Oleh karena itu, Al-Shaybânî menjadikan agama Islam sebagai asas utama kurikulum pendidikan Islam. Dengan demikian, dalam sistem pendidikan Islam harus terdapat dasar falsafah, tujuan, dan kurikulum karena tujuan pendidikan tidak akan tercapai jika tidak ada kurikulum. Dalam kurikulum terkadang isi dan pelajaran yang akan ditranfomasikan kepada anak didik. Dalam kurikulum ini pula dimuat nilai-nilai yang bersumber dari Alquran dan sunah.

3. Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Ciri-ciri umum kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
a.         Agama dan akhlak merupakan tujuan utama. Segala yang diajarkan dan di amalkan harus berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijtihad para ulama.
b.        Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek pribadi siswa dari segi intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual.
c.         Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta kegiatan pengajaran.[18]
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa sebagai inti dari ciri-ciri kurikulum  pendidikan Islam adalah kurikulum yang dapat memotivasi siswa untuk berakhlak atau berbudi pekerti luhur, baik terhadap Tuhan, terhadap diri dan lingkungan sekitarnya.

4. Kriteria Kurikulum Pendidikan Islam
Berdasarkan pada asas-asas tersebut, maka kurikulum pendidikan Islam menurut An Nahlawi harus pula memenuhi kriteria sebagai berikut:[19]
a.         Sistem dan perkembangan kurikulum hendaknya selaras dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk mensucikannya, dan menjaganya dari penyimpangan dan menyelamatkannya.
b.        Kurikulum hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat beribadah kepada Allah, disamping merealisasikan tujuan aspek psikis, fisik, sosial, budaya maupun intelektual.
c.         Pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (kekhasan) terutama karakteristik anak-anak dan jenis kelamin.
d.        Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nash yang ada dalam kurikulum harus memelihara kebutuhan nyata kahidupan masyarakat dengan tatap bertopang pada cita ideal Islami, seperti tasa syukur dan harga diri sebagai umat Islam.
e.         Secara keseluruhan struktur dan organisasai kurikulum hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentngan dengan polah hidup Islami.
f.         Hendaknya kurikulum bersifat realistik atau dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi dalam kehidupan negara tertentu.
g.        Hendaknya metoda pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum bersifat luwes sehingga dapat disesuaikan berbagai situasi dan kondisi serta perbedaan individual dalam menangkap dan mengolah bahan pelajaran.

5. Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Setelah kita mengetahui berbagai ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam, untuk melengkapinya maka perlu kita tau prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam dan dasar-dasar serta sumber yang menjadi tumpuan kurikulum pendidikan Islam. Adapun prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar dari kurikulum pendidikan Islam adalah sebagaimana berikut:
1.        Pertautan sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya. Oleh karena itu setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk filsafat, tujuan-tujuan, kandungan-kandunga, metode pengajaran, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga pendidikan Islam harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam, harus pula terisi dengan jiwa agama Islam.
2.        Menyeluruh pada tujuan-tujuan kurikulum yang meliputi segala aspek pribadi peserta didik. Oleh karena itu apabila segala tujuan harus meliputi segala aspek kepribadian peserta didik, maka segala kandungannya harus meliputi segala yang berguna untuk membina pribadi peserta didik.
3.        Keseimbangan relatif antara tujuan dan kandungan kurikulum. Kalau kurikulum memberi perhatian besar kepada perkembangan spiritual dan ilmu-ilmu syariat , maka aspek spiritual itu tidak boleh melampaui aspek penting yang lain dalam kehidupan.
4.        Kurikulum berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik. Tidak hanya itu, kurikulum pendidikan Islam juga berkaitan dengan alam sekitar, fisik dan social dimana peserta didik itu hidup dan berinteraksi untuk memperoleh pengetahuan, kemahiran, pengalaman, dan juga sikapnya.
5.        Pemeliharan perbedaan individu diantara para peserta didik dalam bakat, minat, kemampuan, kebutuhan, dan segala masalahnya. Disamping itu juga menjaga kelainan kelamin diantara alam sekitar danmasyarakat. Karena semua ini dapat membuahkan kesesuaian kurikulum dengan segala yang dibutuhkan oleh peserta didik dan masyarakat, dan juga menambah segala fungsi dan gunanya.
6.        Menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat. Islam yang menjadi sumber falsafah, prinsip-prinsip, dasar-dasar kurikulum. Oleh karena itu yang berperan penuh dalam pengambangan dan merubah kurikulum pendidikan Islam ini adalah semua umat Islam apabila dipandang adanya maslahat bagi masyarakat kalau perubahan ini dilaksanakan.
7.        Berkaiatan dengan berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktifitas-aktifitas yang terkndung dalam kurikulum. Kurikulum pendiikan Islam sangat tidak setuju pada kurikulum yang tidak tersusun mata pelajaran, dan pengalamannya.
Sementara itu, Al-Abrasyi menambahkan bahwa kurikulum pendidikan Islam dengan beberapa prinsip di atas, sebenarnya sangat memperhatikan enam hal yaitu:
a.    Pelajaran agama diberikan dengan maksud terbentuknya jiwa peserta didik yang sempurna dan utama
b.    Pelajaran agama mendapat tekanan prioritas karena pelajaran ini merupakan sendi bagi pembentukan moral yang luhur
c.    Di samping agama, pendidikan Islam juga memerhatikan mata pelajaran yang mengandung kelezatan ilmiah dan ideologi, yaitu mata pelajaran yang memiliki manfaat dalam hidup
d.   Ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam Islam memerhatikan prinsip ilmu untuk ilmu, yang karenanya mempelajari pengetahuan dalam pandangan para pemikir Islam merupakan suatu kelezatan
e.    Pendidikan kejuruan, teknik dan perindustrian diperhatikan dalam pendidikan Islam sebagai alat mencari penghidupan.
f.     Dan suatu mata pelajaran adalah alat dan pembuka jalan untuk mempelajari ilmu-ilmu lain.
Jadi, intinya kurikulum pendidikan Islam sangat mengutamakan pendidikan agama, akhlak, dan keruhanian, setelah itu barulah pelajaran-pelajaran mengenai kebudayaan dan kemasyarakatan.

C.   Tinjaun Terhadaap Kurikulum Madrasah di Indonesia
1.    Pengertian Madrasah
Madrasah dilihat dari segi bahasa arab dari kata darasa yang  artinya belajar, sedangkan Madrasah itu sendiri berarti tempat belajar. Persamaan kata Madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah,sementara itu pengertian yang berasal dari bahasa arab diatas menunjukkan bahwa tempat belajar tidak mesti di suatu tempat tertentu, tetapi bisa dilaksanakan dimana saja, misalnya dirumah, surau, langgar atau di masjid. Sedangkan secara istilah Madrasah berarti lembaga pendidikan yang mempunyai porsi lebih terhadap mata pelajaran agama khususnya Islam atau sering disebut dengan sekolah agama.[20]
Dalam perkembangan selanjutnya, kata Madrasah secara teknis mempunyai arti atau konotasi tertentu, yaitu suatugedung atau bangunan tertentu yang lengkap dengan segala sarana danfasilitas yang menunjang proses belajar agama[21]

2.         Kurikulum Madrsah di Indonesia
Pada prinsipnya kurikulum pendidikan Islam selalu terkait dengan dasar-dasar dan tujuan filsafat pendidikan Islam itu sendiri. Beberapa bagian isi (materi) kurikulum dapat saja dikembangkan sesuai dengan tuntunan zaman dan lingkungan hidup manusia, tetapi keterkaitannya dengan hakikat diciptakannya manusia sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai abdi Allah, tidak dapat dilepaskan sama sekali.
Kurikulum pendidikan Islam berbeda-beda isinya, menurut perkembangan dan kondisi kaum muslimin di mana mereka berada. Perbedaan itu dipengaruhi oleh lingkungan dan negara di mana mereka berada[22]. Isi kurikulum sebenarnya hanyalah alat dalam mencapai tujuan pendidikan. Untuk mengetahui penting atau tidaknya disiplin ilmu dimasukkan ke dalam kurikulum, harus dijelaskan apa andil disiplin ilmu itu dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Para pemikir pendidikan yang terlibat langsung dalam penyusunan kurikulum, jelas tidak boleh melupakan kaitan antara materi kurikulum dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
Dalam memilih materi (isi) dalam merencanakan kurikulum pendidikan Islam, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah (1) harus ada mata pelajaran yang ditujukan mendidik ruhani atau hati, ini berarti perlu diberikan mata pelajaran ketuhanan karena ilmu termulia adalah mengenal Tuhan serta sifat-sifat yang pantas bagi Tuhan; (2) mata pelajaran harus ada yang berisi tuntunan cara hidup yang mulia dan sempurna, yaitu ilmu akhlak dan fikih; (3) mata pelajaran yang diberikan hendaknya mengandung kelezatan ilmiah, yaitu rasa ingin tahu yang ada pada setiap manusia; (4) mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan. Dengan kata lain, ilmu itu harus terpakai; (5) mata pelajaran yang diberikan berguna dalam mempelajari ilmu lain, yang dimaksud ialah ilmu alat, seperti bahasa dan semua cabangnya.
Sementara itu, Al-Gazali berpendapat bahwa pengembangan isi kurikulum disesuaikan dengan jenis kebutuhan ilmu-ilmu itu sendiri yang meliputi empat kelompok, yaitu (1) ilmu-ilmu Alquran dan agama. Misalnya, ilmu fikih, tafsir, hadis dan sebagainya; (2) ilmu-ilmu bahasa sebagai alat untuk mempelajari ilmu-ilmu Alquran dan ilmu agama; (3) ilmu fardkifâyah, seperti kedokteran, matematika, industri, pertanian, teknologi dan sebagainya; dan (4) ilmu-ilmu pada beberapa cabang ilmu filsafat.










Refrerensi



Ahmadi, 2005. Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,

Al-Syaibani, Omar Muhammad Al-Thoumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

An Nahlawi, Abdurrahman. 1992. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan  Islam. Bandung: SCV Dipenogoro.

Arifin, HM, 1991. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

Arief, Armai, 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam , Cet I, Jakarta: Ciputat Pers,

Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. ke-3. Jakarta: Bumi Aksara.

____________, 2000. Ilmu Penididkan Islam Cet. Ke-4, Jakarta : Bumi Aksara

D. Marimba, Ahmad. 1962.Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Al-Ma’arif

Jalaluddin & Said, Usman. 1994. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Nizar, Samsul dan Al Rasyid. 2005. Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press

Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Nasution, S. 1991. Pengembangan Kurikulum, Bandung: Citra Adirya Sakti.

Langgulung, Hasan. 1992. Azas-Azas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna

Nasution, S., 1994..Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara,

Ramayulis, H., 2006.. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,

Uhbiyati, Nur, 2005Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia







[1]  UU SISDIKNAS RI  No. 20 Tahun 2003, pasal 3 hal. 1
[2] Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 2000) hal.86-89
[3] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma’arif, 1962), h. 23.
[4] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2005), hal. 10
[5] Zakiah Darajat, et. Al., Ilmu Penididkan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), Cet. Ke-4, h.86-89.
[6] Al Rasyid dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 55
[7] Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 478
[8] HM, Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 183.
[9] S.Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), hal.5-9
[10] Zakiah Darajat,  Ilmu Pendidikan Islam.(Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 122
[11] Jalaluddin & Said, Usman. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994) hal. 9.
[12] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 123
[13] H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), Cet. Ke-5, hal. 152.
[14] Ibid.
[15] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 125-125
[16] Hasan Langgulung, Azas-Azas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1992), hal 304
[17] Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 523
[18] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 33
[19] Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan  Islam, (Bandung: CV Dipenogoro, 1992), hal. 273

[20]  HA. Malik Fajar,Visi Pembaruan Pendidikan Islam, hal. 11
[21]  Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet. I, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Houve,1993), hal. 105.
[22] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Cet. ke-1. (Bandung: Mizan, 1995), Hal. 75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar